REFLEKSI SINGKAT KIDUNG AGUNG 1:1-17
Kitab Kidung disampaikan
dengan puisi maka untuk memahaminya tidak mudah, seperti memahami kitab-kitab yang lain yang bersifat
narasi atau sejarah. Sehingga untuk menangkap makna Kitab Kidung Agung diperlukan
bermacam cara untuk menafsirkan baik secara alegoris, drama, atau penggambaran.
Alegoris. Ini adalah penafsiran yang lazim di
antara bangsa Yahudi dari zaman kuno, dan dari mereka penafsiran itu diteruskan
kepada Gereja Kristen. Orang-orang Yahudi menganggap Kidung itu sebagai
mengekspresikan hubungan kasih antara Allah dengan umat-Nya. Gereja Kristen
melihat di dalam Kidung ini refleksi kasih antara Kristus dengan Gereja.
Drama. Inti dari pandangan ini adalah bahwa Kidung ini merupakan
sebuah drama yang menggambarkan Salomo telah jatuh cinta kepada seorang gadis
dusun, perempuan Sulam, yang diboyongnya ke istana raja di Yerusalem. Suatu
bentuk khusus dari pandangan ini, hipotesis gembala, memperkenalkan
tokoh ketiga, yaitu seorang gembala, ke dalam Kidung ini, yang kepadanya si
gadis Sulam tetap setia, walaupun Salomo merayunya.
Lambang. Pandangan ini juga berpendapat bahwa di dalam Kidung itu
digambarkan hubungan kasih yang agung antara Kristus dengan Jemaat. Raja Salomo
dianggap sebagai lambang untuk Kristus, sedang mempelai perempuan melambangkan
Jemaat. Pandangan ini berbeda dengan pandangan alegoris, sebab berusaha
menggunakan dengan sebaik-baiknya bahasa asli Kidung Agung tanpa mencari makna
khusus dalam setiap frasa, seperti pandangan alegoris.
Harfiah. Prinsip dasar pandangan ini adalah bahwa Kidung ini
merupakan syair yang memuji cinta manusia. Dari titik itu, oleh karena kitab
ini termasuk dalam kanon Alkitab, maka para penganut pandangan ini mungkin
sangat berbeda pendapat mengenai pentingnya kidung cinta ini. Tafsiran ini
dibuat berdasarkan asumsi bahwa pandangan alamiah adalah benar.
Secara
umum Kidung ini mengajar kita untuk tidak mengagungkan keindahan fisik dan
mengidolakan aspek biologis dari perkawinan. Meskipun kecantikan dan keindahan
fisik digambarkan secara terus terang, hubungan kasih yang digambarkan dalam
Kidung ini bersifat mulia. Di mana pun, gambarannya tidak ada yang mendekati
apa yang mungkin dianggap cabul dan tak bermoral. Jadi, kepada kita Kidung ini
menunjukkan hubungan kasih yang ideal dalam perkawinan.
Tema
tentang cinta dan kesetiaan yang benar merupakan bagian dari tema utama yang
tersirat dari dalam kitab ini.
Kita
hidup ditengah dunia yang penuh dengan godaan, baik dari dunia yang penuh
dengan daya tarik dosa maupun dari dalam diri kita sendiri yang berasal dari
sisa kehidupan daging. Kita perlu belajar dan meneladani si gadis Sulam yang
tetap memelihara diri dari godaan-godaan yang muncul dari luar dan dari dalam
dirinya sendiri yang sebenarnya lebih dari cukup untuk meninggalkan cinta dan
kesetiaan yang benar dalam hidupnya (1:12-14; lihat juga 2:16; 6:3; 7:10-13;
8:7, 11-12).
Hiduplah
dengan menampilkan pesona kehidupan batiniah bukan lahiriah.
Penampilan fisik yang menarik adalah sesuatu yang memang penting untuk tetap di jaga, tetapi yang jauh lebih penting dari pada itu adalah penampilan hidup batiniah kita. Pesona kehidupan yang semata-mata lahiriah hanya akan menawarkan kebahagiaan yang semu, tetapi pesona kehidupan batiniah akan mengalirkan kebahagiaan sejati. Si gadis Sulam dalam kitab Kidung Agung menegaskan kebenaran Alkitab bahwa pesona kehidupan batiniah jauh melampaui pesona kehidupan lahiriah. Setiap kita hendaknya membangun daya tarik hidup kita bukan pada kegagahan atau keanggunan fisik, pengaruh materi dan motivasi-motivasi hidup yang tidak pada tempatnya dihadapan Tuhan dan manusia, tetapi pada kekayaan hidup rohani dan gaya hidup yang berasal dari hubungan kita dengan kebenaran (Tuhan).
Penampilan fisik yang menarik adalah sesuatu yang memang penting untuk tetap di jaga, tetapi yang jauh lebih penting dari pada itu adalah penampilan hidup batiniah kita. Pesona kehidupan yang semata-mata lahiriah hanya akan menawarkan kebahagiaan yang semu, tetapi pesona kehidupan batiniah akan mengalirkan kebahagiaan sejati. Si gadis Sulam dalam kitab Kidung Agung menegaskan kebenaran Alkitab bahwa pesona kehidupan batiniah jauh melampaui pesona kehidupan lahiriah. Setiap kita hendaknya membangun daya tarik hidup kita bukan pada kegagahan atau keanggunan fisik, pengaruh materi dan motivasi-motivasi hidup yang tidak pada tempatnya dihadapan Tuhan dan manusia, tetapi pada kekayaan hidup rohani dan gaya hidup yang berasal dari hubungan kita dengan kebenaran (Tuhan).
Tidak
dapat diragukan lagi bahwa sejak awal, tradisi penafsiran kitab Kidung Agung
secara Alegoris telah dipegang oleh banyak ahli teologia baik dari kalangan
para rabi/sarjana Yahudi maupun dari kalangan kristen sendiri (yang juga sangat
bervariasi). Namun perlu untuk diketahui bahwa dalam tradisi Yahudi, kitab ini
selalu dimaknai ‘eksklusif’ karena tradisi Yahudi mengartikan isi kitab Kidung
Agung sebagai gambaran dari hubungan antara Allah dengan umat pilihan-Nya
Israel. Hingga hari ini, mereka sangat menghormati kitab ini dan selalu di baca
secara khusus pada saat perayaan Paskah Yahudi. Bagi mereka kitab ini
menggambarkan kasih Allah kepada orang Israel yang ditunjukkan-Nya dalam
peristiwa pembebasan mereka dari perbudakan Mesir. Mereka percaya bahwa Kidung
Agung adalah “Kisah kasih yang spontan dari seorang raja agung kepada
mempelainya yang menggambarkan kasih antara Allah dengan umat-Nya.”
Dalam
ayat 2-4 menunjukkan betapa hebatnya godaan yang datang dari daya tarik
filosofi hidup manusia yang hedonis dan materialis. Jadi kita harus kuat dan
bisa menguasaiya.
Si
gadis Sulam puas dengan keadaannya (ayat 6), berbeda sang raja yang tidak pernah puas dengan apa
yang dimilikinya (6:8). Kebenaran ini mengingatkan kita betapa pentingnya kita
senantiasa mengucap syukur dalam hidup kita.
Digambarkan
juga bagaimana si gadis Sulam menyampaikan pesan doa yang kuat dalam menghadapi
pergumulan-pergumulan hidup (ayat 7) dan pemenuhan atas harapan-harapannya pada
akhirnya.
Penuh
makna. Itu yang dapat disimpulkan dari pasal 1 dan Kitab Kidung Agung secara
keseluruhan. Sekali lagi tetap diperlukan sikap hati-hati dalam menafsir atau
memahami Kitab ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar