Selasa, 09 April 2013

KIDUNG AGUNG 1:1-17



REFLEKSI SINGKAT KIDUNG AGUNG 1:1-17


Kitab Kidung disampaikan dengan puisi maka untuk memahaminya tidak mudah, seperti  memahami kitab-kitab yang lain yang bersifat narasi atau sejarah. Sehingga untuk menangkap makna Kitab Kidung Agung diperlukan bermacam cara untuk menafsirkan baik secara alegoris, drama, atau penggambaran.
Alegoris. Ini adalah penafsiran yang lazim di antara bangsa Yahudi dari zaman kuno, dan dari mereka penafsiran itu diteruskan kepada Gereja Kristen. Orang-orang Yahudi menganggap Kidung itu sebagai mengekspresikan hubungan kasih antara Allah dengan umat-Nya. Gereja Kristen melihat di dalam Kidung ini refleksi kasih antara Kristus dengan Gereja.
Drama. Inti dari pandangan ini adalah bahwa Kidung ini merupakan sebuah drama yang menggambarkan Salomo telah jatuh cinta kepada seorang gadis dusun, perempuan Sulam, yang diboyongnya ke istana raja di Yerusalem. Suatu bentuk khusus dari pandangan ini, hipotesis gembala, memperkenalkan tokoh ketiga, yaitu seorang gembala, ke dalam Kidung ini, yang kepadanya si gadis Sulam tetap setia, walaupun Salomo merayunya.
Lambang. Pandangan ini juga berpendapat bahwa di dalam Kidung itu digambarkan hubungan kasih yang agung antara Kristus dengan Jemaat. Raja Salomo dianggap sebagai lambang untuk Kristus, sedang mempelai perempuan melambangkan Jemaat. Pandangan ini berbeda dengan pandangan alegoris, sebab berusaha menggunakan dengan sebaik-baiknya bahasa asli Kidung Agung tanpa mencari makna khusus dalam setiap frasa, seperti pandangan alegoris.
Harfiah. Prinsip dasar pandangan ini adalah bahwa Kidung ini merupakan syair yang memuji cinta manusia. Dari titik itu, oleh karena kitab ini termasuk dalam kanon Alkitab, maka para penganut pandangan ini mungkin sangat berbeda pendapat mengenai pentingnya kidung cinta ini. Tafsiran ini dibuat berdasarkan asumsi bahwa pandangan alamiah adalah benar.
Secara umum Kidung ini mengajar kita untuk tidak mengagungkan keindahan fisik dan mengidolakan aspek biologis dari perkawinan. Meskipun kecantikan dan keindahan fisik digambarkan secara terus terang, hubungan kasih yang digambarkan dalam Kidung ini bersifat mulia. Di mana pun, gambarannya tidak ada yang mendekati apa yang mungkin dianggap cabul dan tak bermoral. Jadi, kepada kita Kidung ini menunjukkan hubungan kasih yang ideal dalam perkawinan.
Tema tentang cinta dan kesetiaan yang benar merupakan bagian dari tema utama yang tersirat dari dalam kitab ini.
Kita hidup ditengah dunia yang penuh dengan godaan, baik dari dunia yang penuh dengan daya tarik dosa maupun dari dalam diri kita sendiri yang berasal dari sisa kehidupan daging. Kita perlu belajar dan meneladani si gadis Sulam yang tetap memelihara diri dari godaan-godaan yang muncul dari luar dan dari dalam dirinya sendiri yang sebenarnya lebih dari cukup untuk meninggalkan cinta dan kesetiaan yang benar dalam hidupnya (1:12-14; lihat juga 2:16; 6:3; 7:10-13; 8:7, 11-12).
Hiduplah dengan menampilkan pesona kehidupan batiniah bukan lahiriah.
Penampilan fisik yang menarik adalah sesuatu yang memang penting untuk tetap di jaga, tetapi yang jauh lebih penting dari pada itu adalah penampilan hidup batiniah kita. Pesona kehidupan yang semata-mata lahiriah hanya akan menawarkan kebahagiaan yang semu, tetapi pesona kehidupan batiniah akan mengalirkan kebahagiaan sejati. Si gadis Sulam dalam kitab Kidung Agung menegaskan kebenaran Alkitab bahwa pesona kehidupan batiniah jauh melampaui pesona kehidupan lahiriah. Setiap kita hendaknya membangun daya tarik hidup kita bukan pada kegagahan atau keanggunan fisik, pengaruh materi dan motivasi-motivasi hidup yang tidak pada tempatnya dihadapan Tuhan dan manusia, tetapi pada kekayaan hidup rohani dan gaya hidup yang berasal dari hubungan kita dengan kebenaran (Tuhan).
Tidak dapat diragukan lagi bahwa sejak awal, tradisi penafsiran kitab Kidung Agung secara Alegoris telah dipegang oleh banyak ahli teologia baik dari kalangan para rabi/sarjana Yahudi maupun dari kalangan kristen sendiri (yang juga sangat bervariasi). Namun perlu untuk diketahui bahwa dalam tradisi Yahudi, kitab ini selalu dimaknai ‘eksklusif’ karena tradisi Yahudi mengartikan isi kitab Kidung Agung sebagai gambaran dari hubungan antara Allah dengan umat pilihan-Nya Israel. Hingga hari ini, mereka sangat menghormati kitab ini dan selalu di baca secara khusus pada saat perayaan Paskah Yahudi. Bagi mereka kitab ini menggambarkan kasih Allah kepada orang Israel yang ditunjukkan-Nya dalam peristiwa pembebasan mereka dari perbudakan Mesir. Mereka percaya bahwa Kidung Agung adalah “Kisah kasih yang spontan dari seorang raja agung kepada mempelainya yang menggambarkan kasih antara Allah dengan umat-Nya.”
Dalam ayat 2-4 menunjukkan betapa hebatnya godaan yang datang dari daya tarik filosofi hidup manusia yang hedonis dan materialis. Jadi kita harus kuat dan bisa menguasaiya.
Si gadis Sulam puas dengan keadaannya (ayat 6), berbeda  sang raja yang tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya (6:8). Kebenaran ini mengingatkan kita betapa pentingnya kita senantiasa mengucap syukur dalam hidup kita.
Digambarkan juga bagaimana si gadis Sulam menyampaikan pesan doa yang kuat dalam menghadapi pergumulan-pergumulan hidup (ayat 7) dan pemenuhan atas harapan-harapannya pada akhirnya.

Penuh makna. Itu yang dapat disimpulkan dari pasal 1 dan Kitab Kidung Agung secara keseluruhan. Sekali lagi tetap diperlukan sikap hati-hati dalam menafsir atau memahami Kitab ini.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar