Jumat, 05 April 2013

Hanya Gereja Jawaban Dunia



HANYA GEREJA JAWABAN DUNIA


Latar belakang
Gereja yang dipahami secara umum adalah orang yang percaya (individu dan komunal) dan menjadi pengikut Kristus. Dan gereja adalah yang mendapat tugas dari Tuhan Yesus Kristus sebagai agen perbaikan, perubahan, dan keselamatan dunia ini (Mat. 28:19-20; ). Namun situasi dunia sekarang ini dapat dikatakan semakin rusak, suatu kondisi yang seharusnya bisa dicegah oleh gereja. Padahal jumlah gereja semakin hari semakin banyak. Sebagai lembaga atau yang sudah ada dalam bentuk sinode di Indonesia gereja menurut Buku Data dan Statistik Keagamaan Kristen Protestan tahun1992, yang diterbitkan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Kristen) Protestan – Departemen Agama RI pada tahun 1993, ada 275 organisasi gereja Kristen Protestan. Disamping itu ada pula sekitar 400-an yayasan Kristen Protestan atau yang bersifat gerejawi baik yang sudah memperoleh Surat Keputusan Pendaftaran sesuai UU No 8/1985 maupun yang belum. Jadi seluruhnya ada sekitar 700 organisasi Kristen Protestan.[1] Setelah hampir dua puluh tahun dari data itu pasti jumlahnya berlipat ganda.
Jadi apa yang sudah dilakukan gereja di bumi ini? Tulisan pendek ini akan menjelaskan sedikit tentang gereja dan tanggungjawabnya di bumi ini.

Pengertian gereja
Menurut Coenen[2] kata “eklesia” (ecclesia) digunakan dalam kemiliteran sebagai sebuah panggilan atau perintah kepada tentara untuk berkumpul dalam barisan atau pasukan. Dalam perkembangannya, kata eklesia digunakan untuk menggambarkan pertemuan masyarakat atau warga, baik untuk keperluan kemasyarakatan atau urusan sosial politik di Athena. Secara keseluruhan kata eklesia sebagaimana digunakan dalam dunia sekuler kuno, mengandung arti ‘kumpulan orang-orang’ ‘suatu jemaat’, atau ‘suatu peristiwa di mana orang-orang berkumpul bersama di satu tempat untuk tujuan-tujuan sosial politik’.[3]
Walaupun eklesia dalam bahasa Yunani digunakan secara umum baik sebelum dan masa Yesus, namun Yesus sendiri tidak membatasi penggunaan kata eklesia dalam kerangka sosial politik Yunani-Romawi. Yesus memberi arti yang lebih dari sekedar suatu peristiwa atau perkumpulan, Yesus menyajikan Eklesia sebagai “komunitas” dinamis Kerajaan, suatu kekuatan rohani tak terbendung di bumi dan agen eskatologis dari transformasi (Mat 16:18).

Fungsi gereja
Menurut T. B Simatupang, gereja yang hidup di tengah-tengah proses pembangunan dengan unsur modernisasi, urbanisasi, industrialisasi dan sekularisasinya maka gereja harus membaharui cara berpikir, cara bekerja, cara berorganisasi dan membaharui pemikiran teologinya dalam ketaatan kepada Tuhan yang tidak berubah agar gereja dapat menjadi garam dan terang (Mat. 5 : 16 – 17).[4] Lebih lanjut Simatupang mengatakan bahwa posisi dan tanggung jawab gereja di semua tempat dan di semua zaman tidak pernah mengalami perubahan. Tugas gereja adalah untuk hidup sebagai gereja yang taat kepada Tuhan yang tidak mengalami perubahan dulu, sekarang, dan selama-lamanya (Ibr. 13:8). Namun, tugas tersebut harus dipahami secara baru di tengah dunia yang terus mengalami perubahan.[5] Tanpa mampu menjadi jawaban yang sesuai dengan zaman penuh perubahan ini maka gereja dapat dikatakan sebagai gereja yang “gagal menjadi garam”.[6]
Gereja sebagai wakil ALLAH sudah seharusnya menghadirkan syalom di mana pun berada bukan malah sibuk membuat menara Babel masing-masing, sehingga lupa bahwa di luar tembok yang dibangun dengan dana ratusan juta sampai milyaran rupiah banyak orang memeras keringat dengan berbagai cara demi sesuap nasi. Apalagi saat negara kita sedang dihadiahi banyak bencana yang mengakibatkan banyak korban meninggal dan banyak orang kehilangan rumah, serta kehilangan pekerjaan apakah gereja masih tetap memikirkan dirinya sendiri?.
Gereja harus cepat bertindak karena sekarang ini fungsi garam dan terang sedang dibutuhkan oleh negeri ini. Jangan takut melakukan hal baik sekecil apapun itu. Karena meskipun sedikit garam dan terang yang kecil jika berada di dalam kondisi yang membutuhkan tetap akan bermanfaat. Hanya dengan tindakan saja eksistensi gereja dapat dikatakan masih asin dan bersinar. Karena garam (gereja/orang Kristen) yang sudah tidak asin tidaklah berguna kecuali harus dibuang dan diinjak-injak.
Jadi bagaimanakah gereja dapat menjadi wakil Allah bagi zaman ini? Bagaimana menjalankan tugas creatio continua yang diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus untuk memberi pengaruh bagi transformasi bangsa Indonesia? Dalam bidang apa saja?.
            Menurut penulis, membangun masyarakat adalah secara utuh (holistik) yakni membangun jiwa, tubuh, dan roh. Melihat kondisi bangsa Indonesia sekarang ini maka ada banyak bidang yang harus disentuh dan memberi jalan keluarnya oleh gereja, seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah dan rusak, kesehatan, sosial politik, dan lain-lain.



a.    Kemiskinan
Di Indonesia angka kemiskinan masih sangat tinggi, menurut survei dari Badan Pusat Statistik pada 2010, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih sebanyak 31,9 juta jiwa atau 13,3 dari total penduduk Indonesia yang sebesar 240 juta jiwa.[7] Lebih dari sekedar jumlah, bukan tidak percaya dengan data BPS, kemiskinan yang riil masih lebih banyak baik di perkotaan apalagi di pedesaan. Oleh karena itu gereja harus mencari cara bagaimana bangsa Indonesia bisa lepas dari belenggu kemiskinan. Tanpa upaya pengentasan kemiskinan maka masyarakat akan terlilit dengan masalah-masalah yang lain, seperti kesehatan dan pendidikan. Sehingga masalah ini urgen untuk diselesaikan, dan gereja yang merupakan wakil Allah memberi jawab.
Gereja dapat membantu memberdayakan ekonomi jemaat kemudian kepada masyarakat. Gereja harus peduli dan beraksi dengan hal-hal seperti ini.
b.    Pendidikan
Pendidikan adalah pintu masuk bagi sebuah perubahan atau perkembangan suatu masyarakat. Seringkali tanpa pendidikan yang memadai masyarakat mengalami kemandekan dalam segala hal. Memperbaiki pendidikan dapat dimulai dengan pendidikan sejak usia dini, berpihak kepada masyarakat miskin, karena pendidikan sekarang lebih berpihak kepada yang kaya, orang miskin dilarang sekolah. Gereja harus berpihak kepada mereka yang miskin.

            Gereja yang menjadi jawaban dunia akan mengalami pertumbuhan yang sehat, baik ke dalam maupun ke luar. Pertumbuhan gereja menurut Donald McGavran adalah “segala sesuatu yang mencakup soal membawa orang-orang yang tidak memiliki hubungan pribadi dengan Yesus Kristus ke dalam persekutuan dengan Dia dan membawa mereka menjadi anggota gereja yang bertanggung jawab”. Sedangkan tujuan pertumbuhan gereja adalah “untuk lebih mengefektifkan penyebaran Injil dan melipatgandakan gereja-gereja di daerah baru”. [8]

Penutup
Mari lembaga gereja apapun dan di manapun, di samping membangun gedung gereja serta melengkapi semua kebutuhan gereja jangan sampai terjebak kepada fokus kepada diri sendiri!  Jangan lupa bahwa gereja memiliki dan harus menjalankan tiga tugas gereja: Koinonia, Marturia, dan Diakonia. Gereja harus menjadi tempat persekutuan, memberi kesaksian, dan pelayanan sosial.
            Gereja yang bertumbuh adalah secara ke dalam dan ke luar. Kualitas kerohanian dan kuantitas jemaat. Gereja ada dan hadir di dunia bukan hanya untuk mengejar kekudusan pribadi saja, tetapi juga harus berupaya membangun kekudusan sosial, atau menularkan kekudusan kepada masyarakat. Seperti yang disarankan oleh bapa gereja, Jhon Wesley: “Individual holiness become social holiness”. Jadi gereja yang sudah membangun kekudusan dengan segala bentuk ibadah jangan terus puas tetapi harus sadar arti kehadiran gereja di dunia ini. Janganlah “kudus”nya kita terus berada di tengah-tengah komunitas yang kudus pula, atau terang terus berada di tempat yang terang, tentu kurang bermanfaat. Hal seperti itu sama halnya menggarami lautan, tidak ada artinya. Gereja harus keluar membawa kekudusan itu kepada masyarakat.



[1] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam dan Di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), hal. 1
[2] L. Church Coenen, Synagoge, dalam the New International Dictionary of New Testament Theology (NIDNTT,1986), dikutip Bambang Budijanto, No Plan B: Rancangan Tunggal Kerajaan Allah: Eklesia, (Yogyakarta: Andi, 2009), hal. 13. 
[3] Ibid, hal. 13-14.
[4] T.B Simatupang, Iman Kristen dan Pancasila, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1989), hal 94.
[5] Ibid, hal. 89
[6] Meminjam istilah Arie Saptajie dalam buku Gagal Menjadi Garam – Gereja di Tengah Gejolak Budaya, (Yogyakarta:Andi, 2002).
[8] Peter Wagner, Gereja Saudara dapat Bertumbuh, (Malang: Gandum Mas, 1997), hal. 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar