BAB
III
TERBENTUKNYA KITAB TAURAT
(PENTATEUKH)[1]
Kelima
kitab pertama Perjanjian Lama: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan
Ulangan disebut Taurat.[2]
Kata ini berasal dari bahasa Ibrani tora ('hukum, pengarahan,
petunjuk') yang diterjemahkan dalam Perjanjian Baru oleh kata Yunani nomos
(misalnya: Mat 5:17; Luk 16:17; Kis 7:53; 1 Kor 9:8). Taurat adalah bagian
terpenting dari kanon Yahudi. Wibawa dan kesuciannya melebihi kitab Nabi-nabi
atau kitab-kitab lainnya.
3.1. Kesatuan
Meskipun ada tanda-tanda nyata bahwa struktur dan
sumbernya berbeda dan rumit, namun yang terpenting dan utama adalah kesatuan
kelima kitab Taurat itu. Hal ini tersirat dalam kisah sejarah yang membentuk
tulang punggung dan kerangka Taurat yang di dalamnya tercakup kumpulan-kumpulan
hukum-hukum. Peranan utama kisah ini terlihat dalam kejadian-kejadian
Perjanjian Lama yang acapkali dikutip dalam Perjanjian Baru sebagai latar
belakang dan perisapn karya Allah dalam Kristus, yaitu urutan karya Allah mulai
dari panggilan Abraham hingga pemerintahan Daud.
Ringkasan
atau “pengakuan” tentang karya Allah ini memainkan peranan penting dalam
Alkitab, misalnya khotbah Paulus kepada orang-orang yahudi dalam rumah ibadat
di Antiokhia, Pisidia (Kis 13:17-41). Khotbah ini dimulai dengan ringkasan
pengakuan tentang apa yang dilakukan Allah sejak Abraham hingga Daud (ay.
17-23), lalu diarahkan secara langsung pada Yesus Kristus. Dengan demikian
Paulus menceritakan bahwa alur sejarah yang mulai dari para bapak leluhur
hingga Daud adalah bagian terpenting dari kisah Perjanjian Lama. Dan ia
menegaskan bahwa Kristus adalah puncak penggenapan rencana keselamatan Allah.
Dalam Perjanjian Lama ada beberapa ringkasan yang
sangat mirip dengan itu, terutama dalam kelima Kitab Taurat. Sebagai contoh,
pengakuan yang ditetapkan dalam upacara mempersembahkan hasil pertama (Ul
26:5-10). Hal ini mirip dengan kata-kata Musa untuk menjawab pertanyaan
anak-anak Israel kelak tentang arti Taurat (Ul 6:20-24). Juga mirip dengan
pendahuluan historis Yosua pada upacara pembaruan perjanjian di Sikhem (Yos
24:2-13).
Perhatikan
berbagai pemakaian ringkasan ini dan bentuk-bentuknya yang beraneka ragam.
Meskipun demikian ringkasan ini mengandung rincian-rincian pokok yang sama,
yang mengakui karya penyelamatan Allah demi umat-Nya:
a)
Allah
memilih Abraham dan keturunannya (Kis 13:17; Yos 24:3) dan menjanjikan tanah
Kanaan kepada mereka (Ul 6:23).
b)
Israel
pergi ke Mesir (Kis 13:17; Yos 24:4) dan hidup dalam perbudakan (Ul 6:21; 26:5)
dan Allah membebaskan mereka dari perbudakan itu (Kis 13:17; Yos 24:5-7; Ul
6:21-22; 26:8).
c)
Allah
membawa Israel ke tanah Kanaan sebagaimana yang dijanjikan-Nya (Kis 113:19; Yos
24:1-13; Ul6:23; 29:9).
Ringkasan
ini hanyalah tulang punggung kelima kitab Taurat. Demikianlah rencana yang
menyatukan unsur-unsur dalam kitab-kitab itu: janji, pemilihan, ikatan
perjanjian, hukum, dan tanah perjanjian.
3.2. Keanekaragaman
jika kelima kitab Taurat di baca secara teliti
akan nyata bahwa disamping kesatuan tujuan, rencana dan susunan yang jelas,
terdapat keanekaragaman yang rumit dan mencolok. Hal ini menyebabkan munculnya
beberapa teori mengenai asal-usul Taurat. Sayang sekali, kebanyakan teori-teori
hanya mengemukakan pandangan tentang sumber penulisan dan pengarangnya, tanpa
menimbang nilai teologis dan historisnya secara positif. Oleh karena itu, harus
dibicarakan bukti-bukti sastra tentang keanekaragaman dalam teks Taurat serat
dampaknya terhadap sumber, perkembangan dan sifat sastranya.
a. Bukti sastra tentang keanekaragaman
Apakah Taurat merupakan kitab hukum atau kitab
sejarah? Tidak ada undang-undang lain dunia kuno maupun modern, yang sama
dengan Taurat. Kisah sejarah sering menyelingi kumpulan hukum-hukumnya,
sedangkan riwayat zaman permulaan, bapak leluhur, dan Musa menjadi pengantar
kepada hukum Musa. Sifat ganda ini harus dikenali untuk menyelidiki asal-usul
Taurat. Allah tidak hanya menyusun suatu undang-undang atau membebaskan suatu
bangsa melalui karya penyelamatan-Nya. Ia melakukan kedua-duanya. Ia memilih
satu bangsa dan mengikat bangsa itu dengan dirinya dengan hukum. Oleh karena
itu Taurat mempunyai sifat ganda: suatu kisah yang diselingi berkas-berkas
materi hukum.
Keanekaragaman sastra lainnya menjadi nyata
sesudah menyelidiki teks Taurat dengan seksama:
v Baik kisah maupun hukum yang terdapat di dalamnya tidak menjadi
kesinambungan dan keteraturan yang jelas. Misalnya, tidak ada urutan antara
Kejadian 4:26 dan 5:1, dan seterusnya. Kejadian 2:4b-4:26 justru memutuskan
alur cerita Kejadian 1:1-2:4a; 5:1 dan seterusnya. Juga ada ketidaksinambungan
antara Kejadian 19:38 dan 20:1. Demikian pula halnya dengan Keluaran 19:25 dan
20:1. Sebenarnya Dasa Titah dalam Keluaran 10:1-17 jelas tidak bersambung
dengan kisah yang diceritakan dalam 19:1-25; 20:8-21. Akhirnya, hukum-hukum
tidak dikelompokkan dalam susunan yang logis.
v Mengingat fakta-fakta tersebut, tidaklah
mengherankan bila terdapat perbedaan penting dalam perbendaharaan kata, susunan
kalimat dan gaya bahasa serta komposisi umum dari berbagai bagian Taurat.
Perbedaaan demikian terlihat jelas, misalnya, jika kita membandingkan
undang-undang dalam Kitab Imamat dan Ulangan.
v Selanjutnya adalah penggunaan nama-nama ilahi Yahweh
('TUHAN') dan Elohim ('Allah') secara bergantian. Meskipun salah
satu nama itu sering dipakai tanpa alasan yang jelas, namun sejumlah pasal atau
nats-nats tertentu, khususnya dalam Kitab Kejadian, memakai salah satu nama itu
secara menonjol. Dan terlihat pula adanya hubungan antara nama-nama yang
dipilih dengan konsep teologis maupun sifat sastra yang khas dari bagian-bagian
tersebut.
v Pengulangan bahan-bahan (dua atau tiga kali)
terdapat dalam Taurat. Yang menimbulkan masalah bukanlah pengulangan bahan yang
sama saja, melainkan pengulangan bahasan yang pokoknya sama dengan rincian yang
sama pula, kendati mempunyai perbedaaan tertentu yang jelas. Penganut teori
sumber-sumber menganggap beberapa bagian teks itu sebagai pengulangan, walaupun
sebenarnya ada cara lain yang lebih mudah untuk menjelaskannya. Namun sejumlah
pengulangan tidak dapat dipecahkan begitu saja. Sebagai contoh: Dua kali
Abraham mengambil resiko atas kehormatan Sara dengan berkata bahwa ia saudara
perempuannya (Kej 12:20; perhatikan juga perbuatan Ishak yang sama (Kej
26:1-11). Nama Bersyeba ('sumur sumpah') tidak saja mengingatkan perjanjian
antara Abraham dan Abimelekh (Kej 21:22-31), tetapi juga persekutuan antara
Ishak dan Abimelekh (Kej 26:26-33). Nats tentang haram dan halal dalam Imamat
11:1-47 diulangi dalam Ulangan 14:3-21, dan mengenai budak diulangai sebanyak tiga kali (Kel 21:1-11; Im 25:39-55; Ul
15:12-18).
b. Bukti positif mengenai pengarang dan sumber
Taurat adalah sebuah karya anonim, yang sama
sekali tidak memberikan pentunjuk tentang pengarangnya. Musa tidak disebut
sebagai pengarangnya, begitu pula orang lain. Perlu diperhatikan bahwa tidak
adanya nama semacam ini merupakan hal yang umum dalam kebiasaan Perjanjain Lama
pada khususnya dan karya sastra kuno pada umumnya.[3]
Meskipun
anonim, Taurat memberi petunjuk bahwa penulisnya adalah Musa. Secara
sambil lalu disebutkan bahwa Musa diperintahkan untuk menulis, atau benar-benar
menulis fakta-fakta sejarah (Kel 17:14; Bil 33:2), hukum-hukum atau bagian-bagian
hukum (Kel 24:4; 34:27a), dan sebuah syair (Ul 31:22). Jadi Kitab Suci menyebut
juga kegiatan Musa dalam menulis cerita, hukum dan syair. Sudah tentu,
sumbangannya tidak terbatas pada bagian Taurat yang secara khusus dikaitkan
dengan dirinya. Ada banyak alasan untuk menganggap bahwa peranananya melampaui bagian-bagian tersebut.
Kegiatan
penulisan Musa diperkuat keterangan yang tersebar penting dalam tulisan-tulisan
lain sebelum masa pembuangan. Keterangan-keterangan pada masa pembuangan dan sesudahnya
jauh lebih banyak.
Ø Kitab-kitab
pasca pembuangan (Tawarikh, Ezra, Nehemia,
Daniel, dll.) sering mengacu pada Taurat sebagai teks tertulis yang mempunyai
otoritas; mereka menimba semua undang-undang dalam Taurat. Di sanalah sebutan “Kitab Musa” terdapat pertama kali.
Ø Kitab-kitab
pertengahan (yaitu kitab-kitab sejarah
sebelum masa pembuangan, Yosua, 1-2 Samuel, 1-2 Raja-raja) sangat jarang menyebut kegiatan penulisan-penulisan
Musa. Semua acuan yang ada tentang itu menunjuk pada Kitab Ulangan.[4]
Ø Kitab-kitab
awal (yaitu kitab-kitab para nabi
sebelum masa pembuangan) tidak menyebutkan apa-apa tentang kegiatan tersebut.
Bukti ini memberi petunjuk bahwa ada pertumbuhan bahwa ada pertumbuhan tradisi.
Hubungan dengan Musa
diperluas dari hukum, Kitab Ulangan, seluruh hukum sampai seluruh Taurat.
Pertumbuhan tradisi yang berkesinambungan terlihat jauh dalam Perjanjian Baru
yang menyebut seluruh Taurat sebagai “hukum” atau “kitab Musa” (Mar 12:26; Luk
2:22; Kis 13:39) atau “Musa” saja (Luk 24:27). Sedangkan seluruh Perjanjian
Lama disebut sebagai “Musa dan para nabi” (Luk16:29). Selain Talmud dan tulisan
bapak-bapak gereja dengan suara bulat menyaksikan bahwa Musalah pengarang
Taurat.
c. Dampak fakta-fakta itu
Kesimpulan apa yang dapat ditarik dari data tentang
sumber dan perkembangan Taurat? Dalam hal ini orang harus membiarkan Alkitab
berbicara dan tidak menentukan lebih dahulu jenis sastra atau teologi yang
diajarkannya. Bersamaan dengan itu, teori tentang sumber dan perkembangannya
harus diterima sebagai teopri-teori yang bersifat sementara, dengan tetap
terbuka terhadap perubahan dan modifikasi setelah diperoleh lebih banyak
pengertian.
Ada
dua hal yang harus ditekankan berdasarkan penelitian bukti teks dan tradisi:
Pertama, sumber Alkitab dan berbagai aliran tradisi mengatakan bahwa
Musa menulis kisah, hukum, dan syair. Peranan Musa sebagai pengarang tidak
dapat disangkal. Tradisi menyebutkan Musa sebagai pengarang dapat dipercaya,
dalam arti bahwa kerangka dasar kisah maupun bahan hukum berasal dari dia dan
secara otentik mencerminkan dua hal: keadaan lingkungan dan peristiwa-peristiwa
yang berkaitan. Walaupun tidak mungkin Musa menulis Taurat seperti bentuknya
yang sekarang, namun hubungan dan keseragaman bukti memperlihatkan Musalah
perintis, penganjur, dan tokoh penting dalam kegiatan penulisan yang
menghasilkan Taurat.
Kedua, keanekaragaman
teks dan penyebaran serta pertumbuhan bukti tentang sumbernya harus
diperhitungkan. Fenomena sastra ini menyatakan bahwa Taurat adalah karya
gabungan yang beranekaragam melalui sejarah penurunan dan pertumbuhan yang
panjang. Kita percaya bahwa perkembangan ini dipimpin oleh Roh Allah yang sama,
yang mula-mula menggerakkan Musa menulis dan berbicara. Meskipun proses ini
sulit ditelusuri secara terinci, namun garis besarnya cukup jelas. Kisah-kisah
bapak leluhur dipelihara, terutama secara lisan, selama masa perbudakan di
Mesir mungkin pertama kali dituliskan pada masa Musa.
Setelah
dihimpun menjadi berbagai kumpulan, dokumen-dokumen dari masa Musa mungkin
akhirnya dibentuk menjadi satu kumpulan oleh Ezra pada masa pemulihan sesudah
masa pembuangan (abad ke-5 sM). Ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Alkitab
sendiri menyebut Ezra sebagai imam dan ahli kitab yang mahir dalam Taurat Musa
(Ezra 7:6:11a). Ia bertugas mengajarkan Taurat dan mengatur iabad di Yehuda dan
Yerusalem ( ay. 14, 25-26). Tradisi Yahudi sependapat bahwa penulisan akhir
Taurat dilakukan oleh Ezra.
Dalam
usaha menjelaskan dan memahami dampak kerumitan-kerumitan sastra, beberapa ahli
PL dalam dua abad terakhir mengembangkan “teori sumber-sumber”, suatu hipotesis
yang berusaha untuk memisahkan berbagai “sumber” di balik teks Taurat yang ada
sekarang. Teori-teori sumber berusaha mengidentifikasi empat sumber utama di
balik teks Taurat yang ada sekarang. Hal itu dilakukan dengan cara mempelajarai
berkas-berkas teks yang dapat dipisahkan kerena ketidaksinambungan dan
ketidakteraturan dalam pokok bahasannya, penggunaan nama-nama YHWH dan Elohim
untuk Allah serta pengulangan bahan-bahan. Atas dasar tersebut teori ini
mencoba mengelompokkan teks-teks yang lebih luas yang ditandai oleh kesamaan
dalam perbendaharaan kata dan gaya bahasa serta keseragaman teologis.
Ada
empat sumber yang dianggap membentuk Taurat:[5]
1)
Sumber J
(dari bahasa Jerman Jahwist) berasal dari Yehuda, kira-kira tahun
950-850 sM dan terdapat dalamKitab Kejadian hingga Kitab Bilangan. Sumber ini
menggunakan istilah yhwh untuk menyebut Tuhan Allah.
2)
Sumber E (Elohist)
berasal dari kerajaan Utara, kira-kira tahun 850-750 sM dan juga terdapat dalam
Kitab Kejadian hingga Kitab Bilangan. Lalu J dan E digabungkan menjadi kisah
gabungan(JE) beberapa waktu setelah kejatuhan kerajaan utara pada tahun 721 sM.
Sumber ini menggunakan istilah elohim untuk menyebut Tuhan Allah.
3)
Sumber D (Deuteronomist
= Deuteronomium) secara garis besar mencakup Kitab Ulangan ditambah bagian
“kerangka” sejarah yang terdapat dalam Kitab Yosua hingga Kitab 2
Raja-raja. Sumber D biasanya dianggap
mencapai bentuk akhirnya di bawah pemerintahan raja Yosia dan ditemukan di rumah
ibadat sebagai kitab hukum (2 Raja 22:3-23, 25,- tahun 621). Sumber ini
ditambahkan pada JE, membentuk JED.
4)
Sumber P (Priesterschrift
= Priester) berasal dari masa pembuangan atau tidak lama sesudah itu
(abad ke-6 sampai abad ke-5 sM) dan mengandung bagian-bagian kisah, silsilah,
dan bahan-bahan mengenai upacara-upacara dan ibadat dalam Kitab Kejadian hingga
Kitab Bilangan. Tetapi, P terutama mengumpulkan hukum-hukum dalam kelima kitab
Taurat yang berasal dari berbagai sejarah Israel. Sumber ini menggabungkan
dengan yang lain-lain dan membentuk JEDP hingga menjadi bentuknya yang sekarang
oleh kaum imam tersebut. Sumber ini terdiri atas tradisi-tradisi para imam.
Hingga
sekarang teori tersebut masih populer, namun sebenarnya tidak pernah diterima
oleh semua ahli Perjanjian Lama, bahkan saat ini sedang ditinjau kembali karena
terlihat banyak kekurangan dan ketidakkonsekuenan di dalamnya.
Penelitian
terakhir cenderung menekankan kesatuan Taurat, tanpa menolak kemungkinan adanya
beberapa sumber yang digunakan dalam pembentukan kesatuan itu. Sebagai
kesimpulan sementara dapat dikatakan bahwa kelima kitab Taurat merupakan suatu kesatuan
dalam bentuk yang terakhir, walau banyak sumber yang berbedacoraknya
digunakan dalam pembentukannya. Yang jelas, dalam bentuk terakhir itu, Taurat
merupakan satu tulisan yang terdiri atas lima bagian utama.[6]
3.3. Keutamaan kesatuan struktural
Meskipun penelitian ini telah memperlihatkan
kelima kitab Taurat sebagai hasil karya sastra yang rumit, yakni sebuah karya
gabungan dengan sejarah penurunan dan pertumbuhan yang panjang serta rumit,
namun yang lebih penting ialah Taurat menunjukkan kesatuan dalam strukturnya.
Bagaimanapun proses penurunan dan pertumbuhan yang terjadi atau kapan susunan
itu akhirnya mencapai bentuknya sekarang, siapa pengarang atau para pengarang
yang pada akhirnya menjalaninya sebagai kisah sejarah yang agung sebagaimana
adanya, niscaya yang jauh lebih penting ialah akhir itu sendiri – bentuknya
sekarang.
Kesatuannya
yang terbentuk dari bagian-bagiannya dan dijalin secara kreatif dan kuat,
pastilah jauh lebih penting daripada sumber-sumber yang ada begitu rumit.
Analisis dan kritik sastra tidaklah membahayakan penegasan Alkitab bahwa
kata-kata dan perbuatan-perbuatan yang
diceritakannya berasal dari Allah sendiri, ataupun membahayakan nilai-nilai
penyataan Allah dalam Perjanjian Lama. Justru yang lebih berbahaya ialah
bilamana analsisi demikian menjadi perhatian ahli-ahli Alkitab sehingga
mengesampingkan pertimbangan-pertimbangan yang lebih utuh dan menyeluruh. Lebih
berbahaya bila mereka cenderung menjadikan kelima kitab Taurat sebagai
fragmen-fragmen yang tidak saling berhubungan sehingga hilanglah pemahaman akan
kesatuan yang terkandung di dalamnya.
Kelima
Taurat sebagaimana adanya adalah karya dari kesaksian Israel tentang apa yang
dilakukan Allah bagi mereka pada masa para bapak leluhur dan Musa, yaitu masa
pembentukkan yang kreatif dari kehidupan dan ibadat mereka.
[1] Diringkas dari LaSor dkk., Pengantar
Perjanjian Lama 1; (Jakarta, PT BPK Gunung Mulia,:2002), hal. 93-108
[2] Dalam bahasa Inggris kelima kitab itu
disebut “Pentateuch”, suatu kata yang berasal dari bahasa Yunani Pentateukhos.
[3] Nama penulis Kitab Yosua, Hakim-hakim,
Samuel, Raja-raja, Tawarikh, Ezra, Nehemia, danlain-lain, tidak dicantumkan.
Kitab nabi-nabi biasanya memberi nama orang yang bernubuat, tetapi tidak
menamakan orang yang memelihara nubuat itu.
Ada bagian yang memakai orang ketiga (misalnya, Yesaya 7, berbeda dengan
Yesaya 6 dan 8; Amos 7:10-17) yang jelas ditulis oleh orang lain, bukan nabi
itu sendiri.
[4] Antara lain, 1 Raja-raja 2:3 mengutip
Ulangan 17:18-20; 29:9; 2 Raja-raja 4:6 mengutip Ulangan 24:16; 2 Raja-raja
23:25 memakai Ulangan 6:4; 2 Raja-raja
21:8 sangat mengacu pada Kitab Ulangan, sama seperti bagian-bagian sekitarnya
(bnd. Ul 17:3; 18:9-14; 12:5; 29; dst.nya); Yosua 8:30-35 mengacu pada Ulangan
27:4 dan seterusnya; Yosua 23:6 menyebut “kitab hukum Musa” tetapi ayat-ayat
sekitarnya memakai Ulangan 7.
[5] Sumber ini dikemukakan pertama kali pada
abad ke 19 M di Jerman (Baker:2004), hal. 26. Cet. ke-9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar