Senin, 25 Maret 2013

KITAB ULANGAN

4.5. KITAB ULANGAN
(Suatu Tantangan bagi Umat Allah)

            Kitab Ulangan merupakan salah satu kitab yang paling penting dan berpengaruh di antara satu kitab yang paling penting dan berpengaruh di anatara kitab-kitab Ibrani. Kitab ini menyajikan pandangan teologis yang memperngaruhi nabi-nabi terdahulu (Yosua, Hakim-hakim, Samuel, dan Raja-raja), sekarang disebut sebagai Sejarah Deuteronomis Israel. Pengaruhnya juga terasa sampai waktu peredaksian terakhir kitab nabi-nabi yang terkenal seperti Hosea dan Yeremia. Secara tidak langsung, Kitab Ulangan juga mempengaruhi sejarah Tawarikh Israel (Tawarikh, Ezra, dan Nehemia). Perjanjian Baru mengutip atau menunjuk pada lebih dari 200 kali teks Ulangan.[1]
           
4.5.1. Nama Kitab
            Nama Ibrani untuk Kitab Ulangan dirangkum dalam baris pembukaan yang berbunyi “inilah perkataan-perkataan itu”. Nama Ulangan diambil dari kata Yunani yang berarti “hukum kedua” yang merupakan terjemahan yang sedikit kurang tepat dari “salinan dari hukum ini” (Ul 17:18).[2] Alkitab terjemahan lama, terjemahan Klinkert terbitan Lembaga Alkitab Indonesia tahun 1960 memberi nama Kitab Ulangan sebagai “Kitab nabi Musa yang kelima”.[3]

4.5.2. Kepengarangan
            Menurut pendapat sebagian besar ahli mengemukakan bahwa kitab ini disusun tidak lama sebelum tahun 621 sM, ketika kitab itu ditemukan. Tetapi pada abad ke-20 para ahli tidak sependapat lagi tentang waktu penyusunan ini. Ada yang menggeser waktu penyusunan Kitab Ulangan sampai pada zaman Manasye atau Hizkia, atau lebih awal dari Amos, atau bahkan sejak zaman Samuel. Yang lain menduga kitab ini disusun pada zaman Hagai dan Zakaria, atau bahkan setelah itu. Sementara itu, para ahli memperhatikan bahwa kitab Ulangan lebih mirip dengan Kitab I dan 2 Raja-raja daripada dengan keempat kitab pertama dari Taurat. Tetapi menurut teori sumber klasik, Kitab Ulangan ditemukan pada tahun ke-18 pemerintahan Raja Yosia dari Yehuda (612 sM), ditemukan oleh para pekerja yang memperbaiki Rumah Allah.[4] Dalam bentuk aslinya Kitab Ulangan dapat dipandang sebagai “terbitan ulang” kitab Keluaran 21-23.[5]
            Memang menurut tradisi lama menunjukkan Musa sebagai pengarang Kitab Ulangan tetapi penelitian modern cukup membuktikan bahwa pengarangnya bukan Musa. Dan perlu dicatat bahwa Kitab Ulangan sendiri secara keseluruhan tidak memperkenalkan diri sebagai buah tangan Musa. Memang ada tertulis, bahwa Musa menuliskan Torah Ulangan (31:9, 24), dan bahwa dia langsung mengucapkan beberapa bagian tertentu (Ul 1:5; 4:45; 31:30). Tetapi rangkaian/kumpulan Kitab secara keseluruhan ternyata berasal dari tangan lain. Bahkan ada faktor-faktor yang menunjukkan bahwa bahannya pada umumnya mencerminkan keadaan yang jauh setelah zaman Musa.
a.      Jelas bahwa Ulangan 34, yang meriwayatkan kematian Musa, tidak dikarang oleh Musa sendiri.
b.     Pangarang adalah penduduk Kanaan: *) Ul 1:1 mencatat bahwa tempat Musa berpidato itu (yaitu tanah Moab) terletak “di seberang sungai Yordan”; itu berarti bahwa pengarang sendiri adalah penduduk Palestina barat, yang hidup sesudah zaman perebutan tanah Kanaan. Demikian juga Ul 1:5; 3;8; 4:46. *) Isi Ul 2:12 mengandung pararel sebagai berikut: “Dan dahulu di Seir diam orang Hori, tetapi bani Esau telah menduduki daerah mereka: dan dahulu di Palestina diam orang Kanaan, tetapi orang Israel telah menduduki daerah mereka”. Jelaslah bahwa zaman didudukinya negeri itu sudah lewat
c.      Bahasa yang dipakai dalam Kitab Ulangan lain daripada yang terdapat dalam lapis-lapis tertua Kitab Kejadian dan Keluaran, tetapi mirip bahasa Kitab Yeremia dan naskah-naskah Lakhis (abad VII sM).
d.     Bahan Ulangan mencerminkan suatu keadaan masyarakat yang sudah berkembang, dibandingkan dengan zaman Musa. Israel menduduki kota-kota, di tengah-tengah orang-orang dursila atau kafir (Ul 13:13 dst.nya); Bujukan nabi-nabi palsu terasa sebagai bahaya (Ul 13:1-5); Sistem keuangan sudah berkembang, sehingga peraturan ‘tahun penghaspus hutang’ yang dahulu menyangkut soal hak budak saja (Kel 21:1-4) dalam Ulangan diterapkan, sehingga menyinggung juga soal penghapusan hutang berupa uang (Ul 15:1-11).[6]

4.5.3. Tujuan Kitab:
            Tujuan dari pidato-pidato Musa dalam Kitab Ulangan ialah memperbaharui Yehuda, umat pilihan Allah itu, menjadi suatu bangsa kudus yang dikhususkan untuk Yahweh, suatu bangsa yang suka melakukan perintah-perintah Tuhan yang esa karena dorongan cinta kasih (Ul.5-7; bnd. Kel 19:5). Dengan perkataan lain, Kitab Ulangan berusaha mewujudkan bangsa dan negara teokratis, dengan raja yang menduduki tahta tidak dinilai lebih tinggi daripada warga Israel, kerena mereka sama-sama takluk pada hukum Yahweh (Ul 17:14). Kitab Ulangan tidak lain sebagai suatu reintrepetasi atau penerapan hukum Musa (Ul 1:5).[7]
            Karya ini menurut Vriezen[8] disusun dengan tujuan memperbarui agama dan memperbaiki hidup kerohanian bangsa Israel. Maka dalam Kitab Ulangan, diuraikan prinsip bahwa ritus-ritus yang berlaku di bukit-bukit pengorbanan harus dihapuskan, bersama dengan Baalisme dan segala ibadat yang lain, sehingga tinggal satu Bait Suci saja, yaitu bait di Yerusalem (Ul 12). Pengarang sangat menentang segala macam penyembahan berhala (ps. 13), menguatkan peraturan-peraturan berkenaan denghan ritus dan upacara keagamaan (ps. 14), dan secara konkrit ditentukan peraturan-peraturan yang mengatur masa-masa raya. Ditegakkan prinsip kemerdekaan warga Israel, dan menuntut sistem pengadilan yang bebas dari segala macam korupsi (Ul 15:12; 16:18; 17:8; 19:14).
            Peraturan-peraturan di atas kemudian diterapkan dengan menghapuskan hak dan kewajiban para imam dan kaum Lewi yang dahulu melayani di kuil-kuil desa, dan kegiatan para nabi diatur secara ketat (Ul 13:18). Berbagai bentuk pertenungan dilarang (ps.18). Ditentukan peraturan-peraturan peperangan, hak-hak warga negara, dan hukuman-hukuman atas pelanggaran hukum. Israel sebagai umat Yahweh ditaklukkan pada Tora Yahweh.
            Seluruh Kitab Ulangan berdasarkan prinsip pemilihan Israel oleh Yahweh, yang mangandung unsur anugerah dan tanggung jawab, maka berdasarkan prinsip itu umat pilihan tersebut harus menjadi umat yang suci. Corak hidup mereka harus membawa kemuliaan bagi nama Allah dan harus mencerminkan kesetiaan mereka kepada-Nya. Mereka harus hidup dalam persekutuan persaudaraan sambil mempertahankan kemurniaan agama mereka.
4.5.4. Isi Kitab[9]
            Pada tahun ke-40 setelah umat Israel meninggalkan Mesir, Musa menegaskan kembali Hukum Allah kepada generasi yang baru, yang adalah anak cucu umat Israel yang pertama meninggalkan Mesir dan sekarang diam di Lembah Moab, sambil menanti saatnya untuk memasuki Tanah Perjanjian (Ulangan 29:1-5). Namun kitab Ulangan lebih dari sekedar ringkasan dari Hukum Allah yang telah disampaikan melalui Musa di gunung Sinai. Kitab ini merupakan suatu wahyu yang baru tentang Allah dan kasihNya. Dari Kejadian sampai Bilangan, kasih Allah itu tak pernah disebut-sebut; namun sekarang, empat kali Musa menegaskan: Ia mengasihi nenek moyangmu....Tuhan mengasihi kamu (Ulangan 4:37; 7:7-8; 10:15; 23:5).
            Berita yang disampaikan Musa kepada umat dimulai dengan pengulangan kembali perjalanan mereka di padang gurun dan kegagalan yang dialami oleh nenek moyang mereka (Ulangan 1:1-11). Juga ia mendorong mereka agar mentaati Firman Allah (Ulangan 4:1-40). Ia mengingatkan umat bahwa Tuhan telah mengadakan perjanjian dengan mereka di Horeb (Gunung Sinai). Kemudian, sesudah menegaskan kembali Kesepuluh Hukum kepada mereka (Ulangan 4:44; 5:33), Musa juga mengingatkan untuk tidak melupakan Allah nenek moyang mereka, yang adalah satu-satunya Allah yang benar, dan menasihatkan umat untuk tetap mengasihi Tuhan (Ulangan 6:1-25). Juga pentingnya ketaatan kepada Firman Tuhan ditekankan dan perlunya mengajarkannya dengan giat kepada anak-anak mereka. Termasuk dalam nasihat-nasihat ini adalah awasan tentang hukuman yang akan menimpa para penyembah berhala dan bahayanya sikap bersandar kepada kemampuan diri sendiri dan sikap melupakan Allah (Ulangan 8:1 - 10:5).
            Musa juga menegaskan tentang kehidupan yang penuh dengan ketaatan dan kasih dengan mengatakan: Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh Tuhan Allahmu, selain dari....mengasihi Dia, beribadah kepada Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu....dan berpegang pada perintah dan ketetapan Tuhan yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu (Ulangan 10:12-13). Nasihat ini diikuti dengan petunjuk mengenai tempat beribadah di Tanah Perjanjian (Ulangan 12:10-14). Selain itu, mereka juga harus menghancurkan segala bentuk agama yang palsu -- termasuk mezbah-mezbah, patung-patung dan kota-kota yang menjadi pusat berhala-berhala. Setiap orang yang merayu orang lain untuk menyembah berhala harus dibunuh (Ulangan 12:1-3,29-32; 13:1-18).
            Juga kitab ini berisi nasehat-nasehat tentang pemerintahan, kehidupan pribadi dan sosial, pentingnya memberi persepuluhan dan korban-korban persembahan (Ulangan 12:5-28; 14:22-29), dan pelaksanaan tiga hari raya yang besar yaitu Paskah, Pentakosta, dan Pondok Daun (Ulangan 16:1-17). Juga yang tidak kalah penting adalah nubuatan mengenai seorang Nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku (Musa); dialah (Kristus) yang harus kamu dengarkan (Ulangan 18: 15). Seribu lima ratus tahun kemudian, Petrus menerapkan nubuatan ini kepada Kristus (Kisah 3: 22-23), sebagaimana juga dilakukan oleh Stefanus (Kisah 7:37; lihat juga Yoh 1:21).
            Musa ingin membaharui kembali perjanjian Tuhan yang telah disampaikan di gunung Sinai (Horeb) yang berisi di antaranya adalah berkat-berkat terhadap ketaatan dan kutuk terhadap ketidaktaatan (Ulangan 27:1 - 28:68). Setelah menyeberang masuk ke Tanah Perjanjian, umat Israel harus mempersembahkan korban bakaran dan korban perdamaian, dan harus mengukirkan Hukum Allah pada dua tiang batu yang akan didirikan di gunung Ebal di mana di tempat itu mereka juga harus mengucapkan kutuk terhadap ketidaktaatan. Berkat-berkat untuk ketaatan harus disampaikan dari Gunung Gerizim.
            Musa kembali menasihatkan umat Israel untuk mengasihi Tuhan....mendengarkan suaraNya.... berpaut padaNya, sebab Ia adalah sumber kehidupanmu (Ulangan 30:20). Kemudian Musa disuruh menulis sebuah nyanyian yang Allah berikan kepadanya dan kemudian mengajarkannya kepada umat sebagai saksi bagi-Ku (Allah) (Ulangan 31:19-22,30; 32:1-43). Kitab ini berakhir dengan Yosua, yang diperintahkan oleh Musa untuk mengambil alih sebagai pemimpin umat Israel.

4.5.5. Teologi/ajaran[10]
a)      Pengakuan iman (6:4-5) adalah ringkasan pengakuan iman Israel yang disebut syema oleh orang Yahudi (kata pertama dlm bhs Ibrani). Kata-kata itu harus dicamkan dalam hati orang Israel dan mereka harus mengajarkannya dengan tekun kepada anak-anak mereka. Kata-kata itu harus menjadi 'tanda' pada tangan dan 'lambang' di dahi mereka. Kata-kata itu harus ditulis pada tiang pintu rumah dan pada pintu gerbang. Perintah itu, yang segera menyusul Syema, telah menjadi bagian ibadat sehari-hari orang Yahudi. Yesus memakai kata-kata dalam ayat 5 sebagai hukum pertama dan utama (Mat 22:37).
Pengakuan iman itu menyatakan keesaan dan keunikan Tuhan Allah Israel, khususnya dalam hubungan-Nya dengan umat-Nya. Kata yang dipergukan untuk “esa” adalah angka satu, sehingga arti harfiahnya ialah 'TUHAN Allah kita, TUHAN, satu'.
b)      Allah yang berkarya (19:2-4,13). Kepercayaan ini merupakan bagian penting dalam kisah penciptaan, air bah dan perjanjian Allah dengan Abraham. Dan yang paling agung terjadi pada saat Allah menghadapi Firaun untuk membebaskan Israel. Dalam Kitab Ulangan karya Allah dalam sejarah menjadi bagian dasar pandangan kitab ini, terutama karya yang berkaitan dengan tuntutan Allah atas Israel pada waktu itu dan sesudah mereka memasuki tanah perjanjian. Ulangan pasal 4 terdapat ayat-ayat yang menjelaskan bahwa Musa mengingatkan bangsa Israel tentang segala karya Allah (ay 3,5,9,15-16,19-20,25-31,32-35). 
c)      Pemilihan Israel.  Ajaran ini ditemukan dalam pemanggilan Abraham (Kej 13:1-3;15:1-6), janji Allah ditujukan kepada keturunan Abraham. Gagasan ini dikemukakan dalam panggilan Allah kepada Musa (Kel 3:6),  dalam pemberian hukum Taurat di Sinai (bnd. Kel 20:2,12), dan dalam sistem korban dalam Kitab Imamat (bnd. Im 18:1-5,24-30). Janji itu disebutkan pada saat para pengintai diutus ke Kanaan (Bil 13:2) dan dalam laporan Yosua dan Kaleb (14:8). Tetapi yang paling penting adalah pemilihan Israel oleh Allah adalah gagasan yang meresapi Kitab Ulangan.
Kata yang sering dipakai untuk mengemukakan ajaran pemilihan dalam Perjanjian Lama adalah kata kerja bakhar ('memilih') yang banyak terdapat dalam Kitab Ulangan.[11] Perlu diingat bahwa pemilihan Allah atas Israel dilaksanakan dengan menjadikan mereka sebagai suatu bangsa yang baru. Pemilihan Allah itu bukanlah perbuatan yang sewenang-wenang, seolah-olah Allah memilih suatu bangsa yang telah ada dan merendahkan yang lainnya. Karya penyelamatan-Nya yang baru memerlukan bangsa yang baru. Itulah sebabnya Ia memanggil Abraham dan membentuk satu bangsa yang baru yang berasal dari keluarga Abraham dan dari peristiwa-peristiwa sejarahnya.
d)     Perjanjian. Ikatan yang muncul dari pemilihan Allah atas Israel disebut “perjanjian”. Kata “perjanjian” yang sering muncul dalam Perjanjian Lama tidaklah sama dengan “kontrak”. Kontrak mengandung quid pro quo (sesuatu ganti sesuatu), misalnya “sesuatu yang saya terima, saya setuju untuk membayar nilai yang sesuai”. Atau seperti maharaja yang menaklukkan kerajaan kecil dan kemudian membebani kewajiban tertentu, upeti, dsb.nya. Perjanjian dalam Alkitab tidak bersumber dari quid pro quo maupun dari penaklukan. Perjanjian dalam Alkitab mulai dengan kasih: “karena TUHAN mengasihi kamu” (7:8). Meskipun Israel gagal memenuhi kewajibannya, seperti yang terjadi dalam masa pengembaraan di padang gurung, namun Allah tidak membatalkan perjanjian-Nya (4:31).
Meskipun demikian bukan berarti Israel bukan tanpa kewajiban dalam ikatan ini. Sebenarnya, hukum yang diberikan di Sinai, yang diulangi Musa dengan penerapan yang praktis, terdiri dari kewajiban-kewajiban sebagai akibat perjanjian itu. Allah dapat menghukum Israel karena ketidaktaatan dan bahkan dapat menghukum seluruh Israel karena ketidakpercayaan. Namun perjanjian-Nya tetap berlaku, semata-mata karena sifat-Nya. Ulangan 8:1-6 merupakan perintah Allah yang disampaikan ulang oleh Musa supaya Israel taat akan perintah-perintah Allah.


[1] Leslie J. Hoppe, Ulangan, dalam Bergant&Karris (ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, (Yogyakarta, Kanisius, 2002), hal. 197
[2] John Balchin dkk., Intisari Alkitab Perjanjian Lama,(Jakarta, PPA, 2005), hal.43, cet. ke-3
[3] I.J, Cairns, Tafsiran Alkitab, Kitab Ulangan Pasal 1-11, (Jakarta, 1994), hal. 1, cetakan kedua.
[4] W.S. LaSor dkk., Pengantar Perjanjian Lama 1, (Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia, 2004), hal. 250, cet. ke-9
[5] Vriezen, …(Jakarta, 2001), hal. 249. Lihat juga. David L. Baker, Mari...Mengenal Perjanjian Lama, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2004), hal. 44, cet. ke-9, (edisi baru)
[6] Lebih jelas dan lengkap lihat penjelasan Cairns, Op.Cit, hal 1-3
[7] Vriezen, Op.Cit, hal. 252
[8] Vriezen, Op.Cit, hal. 148
[9] www.sabda.org.  Istilah-istilah kunci seperti mentaati dan melakukan terdapat lebih dari 170 kali dalam kitab ini.
[10] LaSor dkk., Pengantar Perjanjian Lama 1, Taurat dan Sejarah, (Jakarta, BPK. Gunung
Mulia, 2004), hal.252-261, cet. ke-9
[11] Terdapat 30 kali dalam Kitab Ulangan, 20 kali dalam Kitab Yesaya dan 1-2 Samuel masing-masing,
15 kali dalam 1-2 Raja-raja.

TERBENTUKNYA KITAB TAURAT (PENTATEUKH)



BAB III
TERBENTUKNYA KITAB TAURAT
(PENTATEUKH)[1]


            Kelima kitab pertama Perjanjian Lama: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan disebut Taurat.[2] Kata ini berasal dari bahasa Ibrani tora ('hukum, pengarahan, petunjuk') yang diterjemahkan dalam Perjanjian Baru oleh kata Yunani nomos (misalnya: Mat 5:17; Luk 16:17; Kis 7:53; 1 Kor 9:8). Taurat adalah bagian terpenting dari kanon Yahudi. Wibawa dan kesuciannya melebihi kitab Nabi-nabi atau kitab-kitab lainnya.

3.1. Kesatuan
            Meskipun ada tanda-tanda nyata bahwa struktur dan sumbernya berbeda dan rumit, namun yang terpenting dan utama adalah kesatuan kelima kitab Taurat itu. Hal ini tersirat dalam kisah sejarah yang membentuk tulang punggung dan kerangka Taurat yang di dalamnya tercakup kumpulan-kumpulan hukum-hukum. Peranan utama kisah ini terlihat dalam kejadian-kejadian Perjanjian Lama yang acapkali dikutip dalam Perjanjian Baru sebagai latar belakang dan perisapn karya Allah dalam Kristus, yaitu urutan karya Allah mulai dari panggilan Abraham hingga pemerintahan Daud.
            Ringkasan atau “pengakuan” tentang karya Allah ini memainkan peranan penting dalam Alkitab, misalnya khotbah Paulus kepada orang-orang yahudi dalam rumah ibadat di Antiokhia, Pisidia (Kis 13:17-41). Khotbah ini dimulai dengan ringkasan pengakuan tentang apa yang dilakukan Allah sejak Abraham hingga Daud (ay. 17-23), lalu diarahkan secara langsung pada Yesus Kristus. Dengan demikian Paulus menceritakan bahwa alur sejarah yang mulai dari para bapak leluhur hingga Daud adalah bagian terpenting dari kisah Perjanjian Lama. Dan ia menegaskan bahwa Kristus adalah puncak penggenapan rencana keselamatan Allah.
Dalam Perjanjian Lama ada beberapa ringkasan yang sangat mirip dengan itu, terutama dalam kelima Kitab Taurat. Sebagai contoh, pengakuan yang ditetapkan dalam upacara mempersembahkan hasil pertama (Ul 26:5-10). Hal ini mirip dengan kata-kata Musa untuk menjawab pertanyaan anak-anak Israel kelak tentang arti Taurat (Ul 6:20-24). Juga mirip dengan pendahuluan historis Yosua pada upacara pembaruan perjanjian di Sikhem (Yos 24:2-13).
            Perhatikan berbagai pemakaian ringkasan ini dan bentuk-bentuknya yang beraneka ragam. Meskipun demikian ringkasan ini mengandung rincian-rincian pokok yang sama, yang mengakui karya penyelamatan Allah demi umat-Nya:
a)      Allah memilih Abraham dan keturunannya (Kis 13:17; Yos 24:3) dan menjanjikan tanah Kanaan kepada mereka (Ul 6:23).
b)      Israel pergi ke Mesir (Kis 13:17; Yos 24:4) dan hidup dalam perbudakan (Ul 6:21; 26:5) dan Allah membebaskan mereka dari perbudakan itu (Kis 13:17; Yos 24:5-7; Ul 6:21-22; 26:8).
c)      Allah membawa Israel ke tanah Kanaan sebagaimana yang dijanjikan-Nya (Kis 113:19; Yos 24:1-13; Ul6:23; 29:9).
            Ringkasan ini hanyalah tulang punggung kelima kitab Taurat. Demikianlah rencana yang menyatukan unsur-unsur dalam kitab-kitab itu: janji, pemilihan, ikatan perjanjian, hukum, dan tanah perjanjian.

3.2. Keanekaragaman
            jika kelima kitab Taurat di baca secara teliti akan nyata bahwa disamping kesatuan tujuan, rencana dan susunan yang jelas, terdapat keanekaragaman yang rumit dan mencolok. Hal ini menyebabkan munculnya beberapa teori mengenai asal-usul Taurat. Sayang sekali, kebanyakan teori-teori hanya mengemukakan pandangan tentang sumber penulisan dan pengarangnya, tanpa menimbang nilai teologis dan historisnya secara positif. Oleh karena itu, harus dibicarakan bukti-bukti sastra tentang keanekaragaman dalam teks Taurat serat dampaknya terhadap sumber, perkembangan dan sifat sastranya.

a. Bukti sastra tentang keanekaragaman
            Apakah Taurat merupakan kitab hukum atau kitab sejarah? Tidak ada undang-undang lain dunia kuno maupun modern, yang sama dengan Taurat. Kisah sejarah sering menyelingi kumpulan hukum-hukumnya, sedangkan riwayat zaman permulaan, bapak leluhur, dan Musa menjadi pengantar kepada hukum Musa. Sifat ganda ini harus dikenali untuk menyelidiki asal-usul Taurat. Allah tidak hanya menyusun suatu undang-undang atau membebaskan suatu bangsa melalui karya penyelamatan-Nya. Ia melakukan kedua-duanya. Ia memilih satu bangsa dan mengikat bangsa itu dengan dirinya dengan hukum. Oleh karena itu Taurat mempunyai sifat ganda: suatu kisah yang diselingi berkas-berkas materi hukum.
            Keanekaragaman sastra lainnya menjadi nyata sesudah menyelidiki teks Taurat dengan seksama:
v   Baik kisah maupun hukum yang terdapat di dalamnya tidak menjadi kesinambungan dan keteraturan yang jelas. Misalnya, tidak ada urutan antara Kejadian 4:26 dan 5:1, dan seterusnya. Kejadian 2:4b-4:26 justru memutuskan alur cerita Kejadian 1:1-2:4a; 5:1 dan seterusnya. Juga ada ketidaksinambungan antara Kejadian 19:38 dan 20:1. Demikian pula halnya dengan Keluaran 19:25 dan 20:1. Sebenarnya Dasa Titah dalam Keluaran 10:1-17 jelas tidak bersambung dengan kisah yang diceritakan dalam 19:1-25; 20:8-21. Akhirnya, hukum-hukum tidak dikelompokkan dalam susunan yang logis.
v   Mengingat fakta-fakta tersebut, tidaklah mengherankan bila terdapat perbedaan penting dalam perbendaharaan kata, susunan kalimat dan gaya bahasa serta komposisi umum dari berbagai bagian Taurat. Perbedaaan demikian terlihat jelas, misalnya, jika kita membandingkan undang-undang dalam Kitab Imamat dan Ulangan.
v   Selanjutnya adalah penggunaan nama-nama ilahi Yahweh ('TUHAN') dan Elohim ('Allah') secara bergantian. Meskipun salah satu nama itu sering dipakai tanpa alasan yang jelas, namun sejumlah pasal atau nats-nats tertentu, khususnya dalam Kitab Kejadian, memakai salah satu nama itu secara menonjol. Dan terlihat pula adanya hubungan antara nama-nama yang dipilih dengan konsep teologis maupun sifat sastra yang khas dari bagian-bagian tersebut.
v   Pengulangan bahan-bahan (dua atau tiga kali) terdapat dalam Taurat. Yang menimbulkan masalah bukanlah pengulangan bahan yang sama saja, melainkan pengulangan bahasan yang pokoknya sama dengan rincian yang sama pula, kendati mempunyai perbedaaan tertentu yang jelas. Penganut teori sumber-sumber menganggap beberapa bagian teks itu sebagai pengulangan, walaupun sebenarnya ada cara lain yang lebih mudah untuk menjelaskannya. Namun sejumlah pengulangan tidak dapat dipecahkan begitu saja. Sebagai contoh: Dua kali Abraham mengambil resiko atas kehormatan Sara dengan berkata bahwa ia saudara perempuannya (Kej 12:20; perhatikan juga perbuatan Ishak yang sama (Kej 26:1-11). Nama Bersyeba ('sumur sumpah') tidak saja mengingatkan perjanjian antara Abraham dan Abimelekh (Kej 21:22-31), tetapi juga persekutuan antara Ishak dan Abimelekh (Kej 26:26-33). Nats tentang haram dan halal dalam Imamat 11:1-47 diulangi dalam Ulangan 14:3-21, dan mengenai budak diulangai sebanyak tiga kali (Kel 21:1-11; Im 25:39-55; Ul 15:12-18).

b. Bukti positif mengenai pengarang dan sumber
            Taurat adalah sebuah karya anonim, yang sama sekali tidak memberikan pentunjuk tentang pengarangnya. Musa tidak disebut sebagai pengarangnya, begitu pula orang lain. Perlu diperhatikan bahwa tidak adanya nama semacam ini merupakan hal yang umum dalam kebiasaan Perjanjain Lama pada khususnya dan karya sastra kuno pada umumnya.[3]
            Meskipun anonim, Taurat memberi petunjuk bahwa penulisnya adalah Musa. Secara sambil lalu disebutkan bahwa Musa diperintahkan untuk menulis, atau benar-benar menulis fakta-fakta sejarah (Kel 17:14; Bil 33:2), hukum-hukum atau bagian-bagian hukum (Kel 24:4; 34:27a), dan sebuah syair (Ul 31:22). Jadi Kitab Suci menyebut juga kegiatan Musa dalam menulis cerita, hukum dan syair. Sudah tentu, sumbangannya tidak terbatas pada bagian Taurat yang secara khusus dikaitkan dengan dirinya. Ada banyak alasan untuk menganggap bahwa peranananya melampaui bagian-bagian tersebut.
            Kegiatan penulisan Musa diperkuat keterangan yang tersebar penting dalam tulisan-tulisan lain sebelum masa pembuangan. Keterangan-keterangan pada masa pembuangan dan sesudahnya jauh lebih banyak.
Ø  Kitab-kitab pasca pembuangan (Tawarikh, Ezra, Nehemia, Daniel, dll.) sering mengacu pada Taurat sebagai teks tertulis yang mempunyai otoritas; mereka menimba semua undang-undang dalam Taurat. Di sanalah sebutan “Kitab Musa” terdapat pertama kali.
Ø  Kitab-kitab pertengahan (yaitu kitab-kitab sejarah sebelum masa pembuangan, Yosua, 1-2 Samuel, 1-2 Raja-raja) sangat jarang menyebut kegiatan penulisan-penulisan Musa. Semua acuan yang ada tentang itu menunjuk pada Kitab Ulangan.[4]
Ø  Kitab-kitab awal (yaitu kitab-kitab para nabi sebelum masa pembuangan) tidak menyebutkan apa-apa tentang kegiatan tersebut. Bukti ini memberi petunjuk bahwa ada pertumbuhan bahwa ada pertumbuhan tradisi. Hubungan dengan Musa diperluas dari hukum, Kitab Ulangan, seluruh hukum sampai seluruh Taurat. Pertumbuhan tradisi yang berkesinambungan terlihat jauh dalam Perjanjian Baru yang menyebut seluruh Taurat sebagai “hukum” atau “kitab Musa” (Mar 12:26; Luk 2:22; Kis 13:39) atau “Musa” saja (Luk 24:27). Sedangkan seluruh Perjanjian Lama disebut sebagai “Musa dan para nabi” (Luk16:29). Selain Talmud dan tulisan bapak-bapak gereja dengan suara bulat menyaksikan bahwa Musalah pengarang Taurat.

c. Dampak fakta-fakta itu
            Kesimpulan apa yang dapat ditarik dari data tentang sumber dan perkembangan Taurat? Dalam hal ini orang harus membiarkan Alkitab berbicara dan tidak menentukan lebih dahulu jenis sastra atau teologi yang diajarkannya. Bersamaan dengan itu, teori tentang sumber dan perkembangannya harus diterima sebagai teopri-teori yang bersifat sementara, dengan tetap terbuka terhadap perubahan dan modifikasi setelah diperoleh lebih banyak pengertian.
            Ada dua hal yang harus ditekankan berdasarkan penelitian bukti teks dan tradisi: Pertama, sumber Alkitab dan berbagai aliran tradisi mengatakan bahwa Musa menulis kisah, hukum, dan syair. Peranan Musa sebagai pengarang tidak dapat disangkal. Tradisi menyebutkan Musa sebagai pengarang dapat dipercaya, dalam arti bahwa kerangka dasar kisah maupun bahan hukum berasal dari dia dan secara otentik mencerminkan dua hal: keadaan lingkungan dan peristiwa-peristiwa yang berkaitan. Walaupun tidak mungkin Musa menulis Taurat seperti bentuknya yang sekarang, namun hubungan dan keseragaman bukti memperlihatkan Musalah perintis, penganjur, dan tokoh penting dalam kegiatan penulisan yang menghasilkan Taurat.
Kedua, keanekaragaman teks dan penyebaran serta pertumbuhan bukti tentang sumbernya harus diperhitungkan. Fenomena sastra ini menyatakan bahwa Taurat adalah karya gabungan yang beranekaragam melalui sejarah penurunan dan pertumbuhan yang panjang. Kita percaya bahwa perkembangan ini dipimpin oleh Roh Allah yang sama, yang mula-mula menggerakkan Musa menulis dan berbicara. Meskipun proses ini sulit ditelusuri secara terinci, namun garis besarnya cukup jelas. Kisah-kisah bapak leluhur dipelihara, terutama secara lisan, selama masa perbudakan di Mesir mungkin pertama kali dituliskan pada masa Musa.
            Setelah dihimpun menjadi berbagai kumpulan, dokumen-dokumen dari masa Musa mungkin akhirnya dibentuk menjadi satu kumpulan oleh Ezra pada masa pemulihan sesudah masa pembuangan (abad ke-5 sM). Ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Alkitab sendiri menyebut Ezra sebagai imam dan ahli kitab yang mahir dalam Taurat Musa (Ezra 7:6:11a). Ia bertugas mengajarkan Taurat dan mengatur iabad di Yehuda dan Yerusalem ( ay. 14, 25-26). Tradisi Yahudi sependapat bahwa penulisan akhir Taurat dilakukan oleh Ezra.
            Dalam usaha menjelaskan dan memahami dampak kerumitan-kerumitan sastra, beberapa ahli PL dalam dua abad terakhir mengembangkan “teori sumber-sumber”, suatu hipotesis yang berusaha untuk memisahkan berbagai “sumber” di balik teks Taurat yang ada sekarang. Teori-teori sumber berusaha mengidentifikasi empat sumber utama di balik teks Taurat yang ada sekarang. Hal itu dilakukan dengan cara mempelajarai berkas-berkas teks yang dapat dipisahkan kerena ketidaksinambungan dan ketidakteraturan dalam pokok bahasannya, penggunaan nama-nama YHWH dan Elohim untuk Allah serta pengulangan bahan-bahan. Atas dasar tersebut teori ini mencoba mengelompokkan teks-teks yang lebih luas yang ditandai oleh kesamaan dalam perbendaharaan kata dan gaya bahasa serta keseragaman teologis.
            Ada empat sumber yang dianggap membentuk Taurat:[5]
1)      Sumber J (dari bahasa Jerman Jahwist) berasal dari Yehuda, kira-kira tahun 950-850 sM dan terdapat dalamKitab Kejadian hingga Kitab Bilangan. Sumber ini menggunakan istilah yhwh untuk menyebut Tuhan Allah.
2)      Sumber E (Elohist) berasal dari kerajaan Utara, kira-kira tahun 850-750 sM dan juga terdapat dalam Kitab Kejadian hingga Kitab Bilangan. Lalu J dan E digabungkan menjadi kisah gabungan(JE) beberapa waktu setelah kejatuhan kerajaan utara pada tahun 721 sM. Sumber ini menggunakan istilah elohim untuk menyebut Tuhan Allah.
3)      Sumber D (Deuteronomist = Deuteronomium) secara garis besar mencakup Kitab Ulangan ditambah bagian “kerangka” sejarah yang terdapat dalam Kitab Yosua hingga Kitab 2 Raja-raja.  Sumber D biasanya dianggap mencapai bentuk akhirnya di bawah pemerintahan raja Yosia dan ditemukan di rumah ibadat sebagai kitab hukum (2 Raja 22:3-23, 25,- tahun 621). Sumber ini ditambahkan pada JE, membentuk JED.
4)      Sumber P (Priesterschrift = Priester) berasal dari masa pembuangan atau tidak lama sesudah itu (abad ke-6 sampai abad ke-5 sM) dan mengandung bagian-bagian kisah, silsilah, dan bahan-bahan mengenai upacara-upacara dan ibadat dalam Kitab Kejadian hingga Kitab Bilangan. Tetapi, P terutama mengumpulkan hukum-hukum dalam kelima kitab Taurat yang berasal dari berbagai sejarah Israel. Sumber ini menggabungkan dengan yang lain-lain dan membentuk JEDP hingga menjadi bentuknya yang sekarang oleh kaum imam tersebut. Sumber ini terdiri atas tradisi-tradisi para imam.
            Hingga sekarang teori tersebut masih populer, namun sebenarnya tidak pernah diterima oleh semua ahli Perjanjian Lama, bahkan saat ini sedang ditinjau kembali karena terlihat banyak kekurangan dan ketidakkonsekuenan di dalamnya.
            Penelitian terakhir cenderung menekankan kesatuan Taurat, tanpa menolak kemungkinan adanya beberapa sumber yang digunakan dalam pembentukan kesatuan itu. Sebagai kesimpulan sementara dapat dikatakan bahwa kelima kitab Taurat merupakan suatu kesatuan dalam bentuk yang terakhir, walau banyak sumber yang berbedacoraknya digunakan dalam pembentukannya. Yang jelas, dalam bentuk terakhir itu, Taurat merupakan satu tulisan yang terdiri atas lima bagian utama.[6]

3.3. Keutamaan kesatuan struktural
            Meskipun penelitian ini telah memperlihatkan kelima kitab Taurat sebagai hasil karya sastra yang rumit, yakni sebuah karya gabungan dengan sejarah penurunan dan pertumbuhan yang panjang serta rumit, namun yang lebih penting ialah Taurat menunjukkan kesatuan dalam strukturnya. Bagaimanapun proses penurunan dan pertumbuhan yang terjadi atau kapan susunan itu akhirnya mencapai bentuknya sekarang, siapa pengarang atau para pengarang yang pada akhirnya menjalaninya sebagai kisah sejarah yang agung sebagaimana adanya, niscaya yang jauh lebih penting ialah akhir itu sendiri – bentuknya sekarang.
            Kesatuannya yang terbentuk dari bagian-bagiannya dan dijalin secara kreatif dan kuat, pastilah jauh lebih penting daripada sumber-sumber yang ada begitu rumit. Analisis dan kritik sastra tidaklah membahayakan penegasan Alkitab bahwa kata-kata dan  perbuatan-perbuatan yang diceritakannya berasal dari Allah sendiri, ataupun membahayakan nilai-nilai penyataan Allah dalam Perjanjian Lama. Justru yang lebih berbahaya ialah bilamana analsisi demikian menjadi perhatian ahli-ahli Alkitab sehingga mengesampingkan pertimbangan-pertimbangan yang lebih utuh dan menyeluruh. Lebih berbahaya bila mereka cenderung menjadikan kelima kitab Taurat sebagai fragmen-fragmen yang tidak saling berhubungan sehingga hilanglah pemahaman akan kesatuan yang terkandung di dalamnya.
            Kelima Taurat sebagaimana adanya adalah karya dari kesaksian Israel tentang apa yang dilakukan Allah bagi mereka pada masa para bapak leluhur dan Musa, yaitu masa pembentukkan yang kreatif dari kehidupan dan ibadat mereka. 









[1] Diringkas dari LaSor dkk., Pengantar Perjanjian Lama 1; (Jakarta, PT BPK Gunung Mulia,:2002), hal. 93-108
[2] Dalam bahasa Inggris kelima kitab itu disebut “Pentateuch”, suatu kata yang berasal dari bahasa Yunani Pentateukhos.
[3] Nama penulis Kitab Yosua, Hakim-hakim, Samuel, Raja-raja, Tawarikh, Ezra, Nehemia, danlain-lain, tidak dicantumkan. Kitab nabi-nabi biasanya memberi nama orang yang bernubuat, tetapi tidak menamakan orang yang memelihara nubuat itu.  Ada bagian yang memakai orang ketiga (misalnya, Yesaya 7, berbeda dengan Yesaya 6 dan 8; Amos 7:10-17) yang jelas ditulis oleh orang lain, bukan nabi itu sendiri.
[4] Antara lain, 1 Raja-raja 2:3 mengutip Ulangan 17:18-20; 29:9; 2 Raja-raja 4:6 mengutip Ulangan 24:16; 2 Raja-raja 23:25 memakai Ulangan 6:4;  2 Raja-raja 21:8 sangat mengacu pada Kitab Ulangan, sama seperti bagian-bagian sekitarnya (bnd. Ul 17:3; 18:9-14; 12:5; 29; dst.nya); Yosua 8:30-35 mengacu pada Ulangan 27:4 dan seterusnya; Yosua 23:6 menyebut “kitab hukum Musa” tetapi ayat-ayat sekitarnya memakai Ulangan 7.
[5] Sumber ini dikemukakan pertama kali pada abad ke 19 M di Jerman (Baker:2004), hal. 26. Cet. ke-9
[6] Ibid, hal. 26